Rabu, Mei 13, 2009

Kemunduran Umat Islam dan Cara Memperbaikinya


Lebih dari 1350 tahun yang lalu, ketika dunia ini telah dipenuhi oleh kekufuran, kegelapan, kebodohan, dan kejahilan, maka dari balik pegunungan Batha (Makkah) memancarlah nur hidayah yang menembus daerah Timur, Barat, Utara, Selatan, sehingga seluruh penjuru dunia disinari dengan nur hidayah tersebut. Hanya dalam waktu singkat, yaitu selama 23 tahun, Nabi Muhammad saw. dapat membawa manusia ke puncak kemajuan yang tiada bandingnya dalam sejarah dunia. Dan pelita hidayah, perdamaian, serta kejayaan berada di tangan kaum muslimin, sehingga dengan sinarnya, mereka selalu berjalan di puncak kemajuan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Dengan cahaya hidayah tersebut, seluruh dunia berada di bawah kekuasaan kaum muslimin selama berabad-abad sehingga tidak ada kekuatan yang berani menantang mereka. Kalaupun ada, setiap kekuatan yang menentang itu akan dihancurkan hingga ke akar-akarnya. Ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Namun demikian, semua itu adalah cerita lama yang jika diceritakan terus menerus memang akan menghibur hati, tanpa ada faedah dan manfaatnya, selama kehidupan orang-orang terdahulu itu hanya kita simpan dalam kenyataan dan kejadian kita pada saat sekarang ini.

Dari sejarah kehidupan kaum muslimin pada tiga belas abad yang silam dapat kita ketahui  bahwa umat Islam adalah satu-satunya pemilik dan penguasa kemuliaan, keagungan, keberanian, dan kehebatan serta kekuatan. Namun, bila kita beralih dari lembaran sejarah tersebut dan melihat keadaan yang terjadi sekarang ini, maka kaum muslimin berada dalam keadaan yang sangat rendah dan hina, miskin papa tanpa memiliki kekuasaan ataupun kekayaan, tanpa kewibawaan dan kekuatan. Tidak ada kerjasama, persaudaraan, dan kasih sayang, dan tidak lagi memiliki adab yang baik maupun akhlak mulia, juga tidak ada lagi amal perbuatan yang baik. Segala keburukan ada pada diri kita, sedangkan kebaikan sangat jauh.

Musuh-musuh kita sangat  bergembira dengan kehinaan kita ini, kelemahan-kelemahan kita diperlihatkan dengan terang-terangan dan kita dijadikan bahan tertawaan. Tidak cukup sampai di situ, bahkan para pemuda kita yang telah mendapat pendidikan gaya baru telah berani mempermainkan asas-asas agama yang suci ini dan menentangnya, bahkan syariat yang suci ini dianggap tidak  layak untuk diamalkan, sia-sia, dan tidak ada gunanya. Sungguh mengherankan, kaum yang telah membuat kenyang seluruh dunia, mengapa justru kehausan? Kaum yang telah mengajarkan adab dan kebudayaan, mengapa sekarang justru tidak beradab dan berbudaya?

Para tokoh kaum muslimin pun telah banyak memikirkan hal ini dan telah mencoba dengan berbagai cara untuk memperbaiki keadaan ini. Tetapi, semakin diobati, semakin parah penyakitnya. Sekarang, apabila keadaan sudah lebih buruk dan pada masa yang akan datang mungkin akan semakin buruk, maka  jika kita hanya berdiam diri dan tidak berusaha sungguh-sungguh untuk mencegahnya, ini merupakan suatu kesalahan besar. Sangat penting bagi kita sebelum mulai melangkah untuk memikirkan penyebab kehinaan dan keburukan yang terjadi dewasa ini. Usaha untuk memperbaiki keruntuhan dan kegagalan kita telah banyak diucapkan. Dan untuk menyelesaikannya pun sudah banyak cara yang ditempuh, namun setiap cara yang diusahakan selalu tidak sesuai dan tidak mencapai kesuksesan. Sehingga, para pemikir agama telah jatuh dalam keputusasaan dan kecemasan.

Sebenarnya, sampai sekarang pun belum diketahui dengan pasti apa penyakit yang tengah diderita oleh umat ini. Hal-hal yang dijelaskan selama ini sebenarnya bukan merupakan asal penyakit yang sesungguhnya, namun hanya akibat dari penyakit tersebut. Karena kita tidak bertawajjuh terhadap penyakit yang sebenarnya, pengobatan dan perbaikan pun bukan ke atas sumber penyakit, sehingga tidak mungkin dan mustahil dapat memperbaiki akibat-akibat yang sudah terjadi sebelum kita mengetahui dengan benar sumber penyakit yang melanda umat ini dan mengobatinya dengan tepat. Cara perbaikan kita yang asal-asalan merupakan kesalahan yang sangat besar.

Kita mengakui bahwa syariat Islam adalah suatu aturan Ilahi yang sempurna, sebagai sebab kesuksesan di dunia dan akhirat, serta jaminan pada hari Kiamat kelak. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi kita untuk mendiagnosis sendiri penyakit ini, lalu mulai mengobatinya dengan cara kita sendiri. Sangat penting bagi kita untuk  berusaha mengetahui penyebab penyakit ini di dalam Al-Quran. Kemudian dengan berpusat pada petunjuk dan hidayat tersebut, kita akan mengetahui cara pengobatannya yang benar, sehingga penyakit tersebut dapat diobati.

Apabila Al-Quran dijadikan sebagai tuntunan amal atau aturan yang sempurna bagi kita hingga hari Kiamat, maka tidak ada alasan bahwa Al-Quran akan membawa kita kepada kegagalan pada saat yang sangat genting ini. Benarlah janji Maharaja langit dan bumi bahwa Dia telah berjanji akan menjadikan orang-orang yang beriman sebagai khalifah di muka bumi.

 "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antaramu dan beramal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka khalifah di muka bumi." (Q.s. An-Nur: 55).

Dan memberi kabar gembira bahwa orang-orang mukmin akan selalu menang melawan orang-orang kafir dan tidak ada teman serta penolong bagi orang-orang kafir.

 "Dan jika orang-orang kafir memerangi kalian, pasti mereka akan lari berpaling. Kemudian mereka tidak akan mendapatkan seorang pun teman atau penolong." (Q.s. Al-Fath : 22).

Bantuan dan pertolongan bagi orang-orang mukmin adalah tanggung jawab Allah, sehingga orang-orang mukminlah yang akan selalu menang.

 "Dan adalah hak (kewajiban) Kami menolong orang-orang mukmin. Dan janganlah kalian merasa rendah, dan jangan merasa sedih, padahal kalian yang akan unggul jika kalian orang-orang beriman." (Q.s. Ar-Rum: 47, Q.s. Ali Imran: 139).

"Dan kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman." (Q.s. Al-Munafiqun : 8).

Setelah kita merenungkan ayat-ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa kemuliaan, pangkat, keberanian, ketinggian, kemenangan, dan kebaikan kaum muslimin hanya terikat erat dengan sifat keimanan. Apabila telah tercipta hubungan yang kuat dengan Allah dan Rasul-Nya (sebagai maksud iman), maka semua janji di atas akan terwujud. Sebaliknya (semoga Allah melindungi), apabila terputus hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya, atau melemah bahkan berkurang; maka kekurangan, kerugian, dan kehinaan yang akan didapat. Hal itu disebutkan dengan jelas dalam ayat berikut ini:

 "Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan nasihat menasihati agar mentaati kebenaran dan nasihat menasihati agar menepati ketabahan." (Q.s. Al-'Ashr : 1-3).

Para pendahulu kita telah mencapai kemuliaan yang sempurna, tetapi kita berada dalam kehinaan dan keburukan. Maka dapat diketahui bahwa sifat keimanan mereka telah mencapai derajat yang sempurna, sedangkan kita jauh dari nikmat yang sangat besar itu, sebagaimana sabda Nabi saw.:

 "Akan datang suatu zaman bahwa tidak akan tersisa Islam kecuali namanya saja dan tidak pula Al-Quran kecuali tulisannya saja." (Misykat).

Yang patut kita renungkan adalah jika kita benar-benar terhalang dari hakikat Islam yang hakiki sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya -- yang menjadi penyebab kejayaan dan kemenangan kita di dunia dan akhirat-- maka dengan cara apa lagi kita dapat memperoleh kembali nikmat-nikmat yang telah hilang itu? Apakah yang menyebabkan ruh Islam keluar sehingga kita hanya memiliki jasad Islam tanpa ruh? Apabila kita mengkaji kandungan Al-Quran mengenai keutamaan serta ketinggian umat Muhammad saw., maka dapat kita ketahui bahwa umat ini digelari sebagai umat yang terbaik karena memiliki kedudukan yang mulia dan tanggung jawab yang sangat besar.

Maksud diciptakannya dunia adalah untuk mengenal dan mentauhidkan Allah dari segala serikat selain Dia. Hal ini tidak mungkin tercapai jika manusia masih bergelimang dengan kemusyrikan dan dosa-dosa tanpa menggantinya dengan kebaikan. Untuk mencapai maksud tersebut, diutuslah ribuan Nabi, sehingga untuk menyempurnakan maksud tersebut diutuslah Nabi terakhir; Rasulullah saw. , sesuai dengan firman-Nya:

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku relakan Islam menjadi agamamu." (Q.s. Al-Maidah : 3).

Sekarang, karena maksud telah sempurna dan setiap kebaikan serta kejahatan telah dijelaskan, dan suatu aturan amal yang sempurna telah diberikan, maka silsilah risalah dan kenabian yang pada mulanya diberikan kepada para Nabi dan Rasul, telah dibebankan kepada umat Muhammad saw. hingga hari Kiamat.

"Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan kalian beriman kepada Allah." (Q.s. Ali Imran: 110).

"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, dan menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.s. Ali Imran: 104).

Dalam ayat pertama disebutkan bahwa umat terbaik diperuntukkan bagi mereka yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sedangkan ayat berikutnya disertai pengkhususan bahwa hanya mereka yang menunaikan tugas dan tanggung jawab yang akan mendapatkan kebahagiaan dan kejayaan. Bahkan tidak hanya itu, dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka yang tidak menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran wajib mendapatkan laknat dan adzab Allah swt..

"Telah dilaknat orang-orang kafir Bani Israil dengan lisan Dawud a.s. dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sungguh sangat buruklah apa yang selalu mereka perbuat." (Q.s. Al-Maidah : 78-79).

Ayat ini dijelaskan dengan keterangan hadits:

Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya keadaan umat sebelummu, apabila di antara mereka ada yang berbuat dosa (kemaksiatan), datanglah seseorang melarang seraya memperingatkan mereka dengan berkata, 'Wahai kamu, takutlah kepada Allah.' Pada hari-hari berikutnya, orang yang melarang itu pun bergaul, duduk, makan-makan dan minum bersamanya, seakan-akan ia tidak pernah melihatnya berbuat dosa pada hari sebelumnya. Ketika Allah menyaksikan pergaulan mereka, maka Allah menyatukan hati mereka. Kemudian Allah melaknat mereka atas lisan (nabi-Nya) yaitu Dawud dan Isa bin Maryam. Demikian itu karena mereka mentaati Allah dan sudah melampaui batas. Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Kalian harus menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemaksiatan, memegang tangan orang jahil dan memaksanya ke arah kebenaran. (Kalau tidak), maka Allah akan menyatukan hatimu dengan hati mereka. Kemudian Allah melaknatmu sebagaimana Dia melaknat mereka (umat-umat sebelummu)." (Abu Dawud, Tirmidzi - At-Targhib).

Jarir bin Abdullah r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah seseorang berada di suatu kaum, ia berbuat maksiat di tengah mereka, dan mereka mampu untuk mencegahnya, namun mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka siksa sebelum mereka mati." Yakni mereka akan ditimpa berbagai musibah di dunia. (Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Ashbahani - At-Thargib).

Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Kalimat Laa ilaaha illallaah akan selalu memberi manfaat bagi siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya." Sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud mengabaikan hak-haknya?" Jawab beliau, "Kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan diubah olehnya." (Al-Ashbahani - At-Tharghib).

Aisyah r.ha. meriwayatkan, "Pada suatu saat, Rasulullah saw. masuk ke rumahku, dan aku mengetahui dari raut wajah beliau bahwa sesuatu telah terjadi pada beliau. Beliau tidak berbicara kepada seorang pun. Setelah berwudhu, beliau masuk ke dalam masjid. Aku pun merapatkan (telinga) ke dinding kamarku agar dapat mendengar apa yang beliau sabdakan. Beliau duduk di atas mimbar. Setelah memuji Allah, beliau berkhutbah, 'Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah berfirman kepada kalian, 'Suruhlah manusia berbuat kebaikan dan cegahlah mereka dari kemungkaran, sebelum (datang masanya) di mana kalian berdoa, tetapi doa kalian tidak dikabulkan; kalian meminta kepada-Ku, tetapi Aku tidak akan memberimu, dan kalian memohon pertolongan dari-Ku, tetapi Aku tidak akan menolongmu.'" Beliau pun tidak menambah khutbahnya hingga beliau turun (dari mimbar)." (Ibnu Majah, Ibnu Hibban - At-Targhib).

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Jika umatku sudah mengagungkan dunia, maka akan tercabut darinya kehebatan Islam. Dan jika mereka sudah meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan wahyu. Dan jika umatku sudah saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah." (Hakim, Tirmidzi - Durrul Mantsur).

Jika hadits-hadits di atas direnungkan, maka dapat diketahui bahwa meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar akan menyebabkan laknat dan murka Allah swt.. Dan apabila umat Muhammad saw. meninggalkan tugas ini, maka mereka akan ditimpa banyak musibah, kesusahan, kehinaan, dan akan terjauh dari nushrah ghaibiyah dari Allah swt. dalam setiap masalah mereka. Penyebab dari semua ini karena kita tidak mengenal apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita sebagai umat Muhammad saw., dan sebagai akibat dari kelalaiannya dari tanggung jawab ini. Inilah penyebabnya,  mengapa Rasulullah saw. mendudukkan amar ma'ruf nahi mungkar pada bagian iman yang istimewa dan diikrarkan kelazimannya. Sedangkan jika kita meninggalkannya, itu menunjukkan kelemahan iman serta kemalasan kita, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Abu Said r.a. berikut ini:

Dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lidahnya. Jika tidak mampu, maka bencilah dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemah iman." (Muslim,Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa'i - At-Targhib).

Ringkasnya, jika membenci kemaksiatan adalah derajat yang terendah dan menunjukkan iman yang terlemah, demikian pula tingkat pertama adalah kesempurnaan dakwah sebagai  kesempurnaan iman. Untuk lebih jelasnya disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud r.a.:

"Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus sebelumku, melainkan ia memiliki pengikut dan para sahabat pilihan dari umatnya yang setia kepada sunahnya dan mengikuti perintahnya. Yaitu mereka menjaga syariat Ilahi sebagaimana keadaan dan bentuk yang diajarkan oleh Nabi mereka, dan tidak membiarkan ada perbedaan sedikit pun. Kemudian datanglah setelah mereka masa yang penuh fitnah dan kerusakan, sehingga muncullah satu generasi berikutnya yang membicarakan apa yang tidak mereka amalkan, beramal tetapi bukan yang diperintahkan. Barangsiapa bersungguh-sungguh (mencegah mereka) dengan tangannya, maka ia seorang mukmin, barangsiapa bersungguh-sungguh (mencegah mereka) dengan lidahnya, maka ia seorang mukmin, dan barangsiapa bersungguh-sungguh (mencegah) mereka dengan hatinya, maka ia juga seorang mukmin. Sedangkan setelah itu tidak ada lagi derajat iman walau hanya sebesar biji sawi." (Muslim).

Keutamaan dan pentingnya dakwah ini juga telah disebutkan oleh Imam Ghazali rah.a., ia berkata, "Tidak diragukan lagi bahwa amar ma'ruf nahi mungkar adalah inti yang paling agung dalam agama, sesuatu yang paling penting, yang demi tugas tersebut Allah mengutus seluruh Anbiya a.s.. Apabila penyebarannya dihentikan, ilmu dan amalnya ditinggalkan; tentu kenabian akan sia-sia, keagamaan akan melemah, sifat bermalas-malas akan menyebar, jalan-jalan kesesatan akan terbuka, kebodohan akan merajalela, kerusakan akan terjadi  di dalam setiap pekerjaan, akan timbul perpecahan di antara manusia, perkampungan, dan negara, sehingga  akan hancur dan binasa seluruh makhluk. Sedangkan mereka tidak menyadari kehancurannya kecuali pada hari Kiamat ketika dibawa dihadapan Allah swt.. Dan apa yang kita khawatirkan tampaknya akan benar-benar terjadi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Tanda-tanda ilmu dan amalnya tiang ini telah terhapus. Keberkahan serta hakikatnya pun telah tiada. Sikap meremehkan dan menghina orang lain telah mengakar di dalam hati. Hubungan hati dengan Allah swt. telah terhapus. Dan manusia bebas mengikuti hawa nafsu dan syahwat sebagaimana hewan melata. Sulit didapati seorang mukmin yang benar demi agama Allah yang tidak terpengaruh dengan celaan orang-orang yang mencelanya. Dengan demikian, barangsiapa yang berusaha menghilangkan kehancuran ini dan berusaha menghidupkan sunnah Rasulullah saw., dan ia berdiri memikul beban ini, bangkit untuk mengembannya serta menyingsingkan lengan untuk menghidupkannya, maka di antara manusia, dialah pemilik kemuliaan dan orang pilihan."

Kata-kata Imam Ghazali rah.a. yang menerangkan pentingnya dan perluan kerja ini sebenarnya telah cukup sebagai peringatan untuk membangunkan dan menyadarkan kita.